Banyak wanita yang berpendapat bahwa
belajar komputer tidak ada gunanya jika dia tidak bekerja. Demikian
utamanya adalah pemikiran sebagian besar perempuan yang menjadi ibu
rumah tangga. Padahal sebenarnya mengenal dan memahami teknologi saat
ini tidak harus bermasalah dengan status dan gender. Termasuk para ibu
dan wanita biasa. Nurlina Purbo, salah satu penggagas ICT Women yang
dikutip dari DetikiNet mengatakan bahwa selama ini banyak anggapan yang
salah karena merasa belum ada kebutuhan. Padahal saat ini kebutuhannya
sudah sangat jelas, yakni mendampingi anak-anak. Masih menurut wanita
yang dipanggil akrab Lina bahwa anak-anak saat ini sudah biasa
dikenalkan dengan komputer pada saat masih sekolah dasar. Pada saat
pulang ke rumah, seorang anak biasa membawa PR dan menanyakan kepada
ibunya. Dari sinilah ibu yang tidak mengerti tentu saja akan kesulitan
mendampingi anaknya.
Yang
terjadi seorang ibu pasti mengatakan kepada anaknya untuk menunggu
bapaknya pulang. Namun tentu saja tidak bisa terus menerus seperti itu.
Maka ibu-ibu harus didorong untuk bisa melakukan pendampingan terhadap
putra putri mereka dalam bidang IT. Masih menurut Lina, pengalaman
dirinya saat pertama kali bertemu sekelompok ibu-ibu, justru mereka
sendiri yang meminta untuk diajarkan supaya bisa membantuk anak-anak
mereka. Setidaknya, jika seorang ibu tidak bisa, namun setidaknya bisa
membantu memberikan pendampingan anak ketika berinternet. Seorang ibu
yang paham bisa melihat apa yang dilihat anaknya dan memberikan arahan
dan cegahan jika mereka melihat sesuatu yang belum waktunya. Dengan
terbiasa mendampingi anak-anak, seorang ibu akan terbiasa dan tahu
seperti apa komputer dan internet itu dan semakin termotivasi untuk
belajar.
Di sisi lain, stigma bahwa
perempuan gagap teknologi dan IT hanya milik pria memang sedikit
menghambat wanita dalam dunia IT. Namun sebenarnya hanyalah sedikit
sekali yang menghambat kesetaraan gender dalam bidang IT. Menurut
Nurlina Purbo, penggiat ICT Women dan juga istri dari pakar IT Onno W.
Purbo, seringkali wanita dianggap tidak mengerti IT. Padahal ada banyak
keuntungan bagi wanita jika mengenal IT. Diskriminasi ini tidak hanya
dari lingkungan saja, namun seringkali yang lebih besar justru datang
dari diri kaum wanita sendiri yang beranggapan bahwa IT adalah dunia
lelaki dan mereka enggan bersentuhan dengan itu. Menurut Lina, jika ada
seminar IT, jarang ada wanita yang datang, hanya yang sangat berminat
saja. Ditambah lagi, kebanyakan pekerja IT harus standby 24 jam, itu
tentu bertentangan dengan adat dan budaya dimana perempuan akan
terganjal jam kerja, apalagi jika sudah berkeluarga.
Padahal
sebenarnya banyak sekali perempuan yang bekerja di bidang IT. Seperti
misalnya terjadi di salah satu penerbit game Nusantara Online yang ada
peran wanita dibalik code-code programnya. Potensi wanita sebenarnya
besar, tak kalah besar seperti pria. Wanita bisa saja bermain di bidang
software yang mana lebih ringan dalam hal fisik dibandingkan hardware.
Jika bisa bersinergi, tidak mustahil akan tercipta suatu harmoni yang
luar biasa dalam bidang IT di Indonesia. Ngomong-ngomong, bos besar
Yahoo! saat ini perempuan, dan dulunya adalah direktur eksekutif Google,
lho
Tidak ada komentar:
Posting Komentar